Tampilkan postingan dengan label Serba-Serbi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Serba-Serbi. Tampilkan semua postingan

Kamis, 17 April 2014

Sosok Marsinah Hadir di Gedung Kesenian Kota Batu

Batu, Metropol - Bangkit dari peti mati, sosok Marsinah  menginginkan  adanya keadilan bisa hadir di tengah  hukum yang  bisa dibeli. (Minggu, 30 Maret 2014).

Sebuah persembahan Teater Air,  dengan mengambil tempat di Gedung Kesenian Kota Batu   membuat semua mata tak berkedip. Seakan masuk dalam cerita  kesedihan, kepedihan dan sebuah perjuangan yang dilakukan oleh Marsinah.

Menurut Fuad, Ketua Teater air persembahan itu mengingatkan adanya sosok pahlawan yang kasusnya  masih belum tuntas hingga sekarang.

Selain itu dengan persembahan sosok Marsinah maka diharapkan gender, kepedulian  perempuan  lebih diperhatikan, salah satu contoh TKW yang menjadi penyumbang Devisa Negara terbesar juga harus dilindungi betul-betul.

"Ini juga kreatifitas  Teater dan kesenian yang diwadahi dalam parade Teater Jawa Timur, berlangsung (29-30 maret 2014), bertujuan menciptakan rasa silaturrahmi dan persaudaraan,” ujar Fuad.

Selain itu dengan tema Jangan Menangis Indonesia, yang dibawakan  dalam  sebuah puisi oleh anggota cilik  teater air, Zahra, Lana dan Reva, kita semua bersama sama ikut prihatin dengan  kejadian alam  yang sudah tidak bersahabat, akibat keserakahan manusia, dan banyaknya  pemimpin Korupsi.

“Namun, saya yakin dalam wadah teater dan seni  akan tumbuh  generasi baik, jujur dan ikhlas, bertanggungjawab  dalam memperjuangkan nasib rakyat, peka terhadap lingkungan dan  rasa kemanusiaan,” tuturnya.

“Untuk parade diikuti 12 teater dari Batu, Malang, Mojokerto, Surabaya, Jember. Dihari pertama, persembahan dari Padepokan Gunung Wukir,  Laskar Anak, Teater Air dan  Teater Sun Jember. (Yud/Rin)

Senin, 14 April 2014

Ilham Ilyas Mimpikan Bung Karno, Prabowo – JK Presiden – Wakil Presiden 2014

Jakarta, Metropol - Organisasi Kemasyarakatan “Suara Hati Rakyat” yang dipimpin anak bangsa bernama Ilham Ilyas, tak disangka-sangka telah bermimpi mendapat amanah dari Proklamator, Bung Karno, agar negara Indonesia tercinta ini dipimpin oleh Prabowo Subianto dan Jusuf Kalla pada tahun 2014. “Memang sulit dipercaya saya bermimpi dikasih amanah oleh Bung Karno untuk menyampaikan Prabowo-JK sebagai pemimpin di 2014-2019,” ungkapnya.

Menurut Ilham kejadian tersebut pertengahan tahun lalu bertemu dengan Bapak Proklamator RI. “Pada Juli lalu saya didatangi Bung Karno dalam mimpi. Bung Karno berkata, “sampaikan kepada rakyat Indonesia (Prabowo-JK). Ini amanah, kau harus menyampaikan perubahan akan terjadi,” ujarnya.

Ilham menambahkan, selain amanah mimpi, Prabowo-JK dua tokoh yang diharapkan. “Dari segala aspek, kami membutuhkan pemerintahan yang pro pada rakyat,” katanya.

Ketika disinggung, apakah hal ini sudah disampaikan kepada Prabowo atau JK. Hanya sebatas memasang spanduk dan membuat posko relawan saja. “Belum. Karena kita bukan politisi. Tidak perlu menyampaikan kepada mereka,” imbuhnya.

Hanya menyampaikan amanah dalam bentuk deklarasi sebanyak 50 orang bernyanyi di pelataran Jalan Wahid Hasyim. Dan mengenakan baju dukungan Prabowo.

Sebagai juru bicara “Suara Hati Rakyat”, meminta maaf jika deklarasi mengganggu strategi politik Pak Prabowo dan Pak JK. Menurutnya, deklarasi ini hanya menyalurkan aspirasi masyarakat yang ingin mendapatkan pemerintah yang pro rakyat. “Inilah suara hati rakyat Indonesia. Suara rakyat adalah suara Tuhan”.

Ilham juga secara bijak, meminta maaf jika mengganggu strategi politik Prabowo dan JK. Bahkan Ilham tidak mengenal secara pribadi dengan Prabowo maupun JK. Bahkan bukan bagian keluarga kedua tokoh tersebut. “Deklarasi kami ini tidak dibiayai siapa-siapa,” pesannya.

Ilham menyatakan, adanya deklarasi ini untuk menyuarakan suara agar pemimpin kelak merupakan yang dikehendaki rakyat yakni Prabowo-JK. Katanya, dukungan kepada Prabowo dan JK berdasarkan kebebasan menyatakan pendapat.

“Kami disini berdasarkan UUD 1945 pasal 28 yang menyatakan kebebasan untuk berpendapat,” ungkapnya. (Delly M.)

Jumat, 11 April 2014

Pembangunan Hotel Barru Diresmikan

Barru, Metropol.

Pemerintah Kabupaten Barru melakukan kerjasama dengan pihak swasta yaitu  Bosowa Group, melaksanakan pembangunan Hotel Barru yang diresmikan oleh Gubernur Sulsel DR. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, M.Si, MH. Belum lama ini, di Pusat Kota Kabupaten Barru. Hal tersebut merupakan terobosan yang patut diacungi jempol, mengingat perekonomian Kabupaten Barru saat ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan ditandai dengan banyaknya investor atau pelaku industri yang akan masuk di Kabupaten ini, sehingga kebutuhan akan tempat tinggal sementara atau hotel yang memiliki fasilitas yang memadai, pasti akan meningkat. 

Gubernur mengatakan dalam sambutannya, "Saya bersyukur dibawah kepemimpinan Bupati Kepala Daerah Kabupaten Barru saat ini. “Karena Kabupaten Barru semakin berkembang. Hal itu ditandai dengan pembangunan hotel mewah perdana kerjasama Pemkab Barru dengan investor Bosowa Group," kata Syahrul Yasin Limpo

Direktur Bosowa Propertindo Eko Prastowo mengatakan, Hotel Barru ditargetkan akan rampung pada tahun ini, dan dibangun dengan empat lantai, jumlah kamar sebanyak 60 unit, memiliki ball room dengan kapasits 600 orang yang dilengkapi areal parkir yang bisa menampung 100 kendaraan bermotor, serta fasilitas kolam renang dan khusus di lantai empat dibuka perkantoran dengan dasar bahwa Kabupaten Barru akan berkembang pesat dengan kehadiran banyak industri.

Bupati Kepala Daerah Kabupaten Barru Ir. H. Andi Idris Syukur, MS.,  mengungkapkan, kegembiraannya atas  kerjasama ini, dan berharap agar Kabupaten Barru dapat terus bekerjasama dengan Bosowa Group dan  pihak- pihak Investor lainnya sehingga Kabupaten Barru semakin berkembang dalam percepatan, penetapan Kabupaten Barru sebagai Kawasan Ekonomi Khusus Republik Indonesia dapat segera terlaksana.  (Mahmud Rahim / Ahkam)

Wilson Lalengke Manusia Modern Diatur Informasi

Jakarta, Metropol.

Dewasa ini, siapa yang menguasai informasi. Niscaya dia akan Berjaya. Dan, perlu dipahami bahwa manusia modern diatur oleh informasi. Jadi sebagai kuli disket (wartawan) maka kita dituntut untuk menguasai informasi agar kita tidak mengalami ketertinggalan.

Hampir semua orang yang mendengar ungkapan tersebut percaya akan kebenarannya. Dan ini memang bukan omong -kosong, realis telah memberikan bukti di sepanjang sejarah manusia. Seseorang yang memiliki informasi selalu memenangkan atau menguasai setiap kesempatan yang ada, ungkap Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Wilson Lalengke ketika membawakan makalah tentang jurnalisme warga & pengenalan PPWI pada pelaksanaan pendidikan dan pelatihan jurnaliseme bagi wartawan News Metropol. Berlangsung di Hotel Jayakarta – Jakarta, Kamis (27/3), diikuti perwakilan dari 14 Provinsi dan 51 Kabupaten/Kota se Indonesia dengan tema “Mengoptimalkan Jurnalis Sebagai Profesi”.

Peran informasi menurut Wilson Lalengke, sesederhana apapun bentuk dan sistem informasi itu adanya, tidak pelak merupakan penentu keberhasilan usaha apapun yang dilakukan setiap orang. Kemenangan dan kegagalan dalam sebuah peperangan amat ditentukan oleh kehandalan agen spionase dan intelijen yang tugas utamanya mengumpulkan informasi dari musuh masing-masing pihak yang bertikai.

Kemajuan penjualan produk sebuah perusahaan, yang menjadi tumpuan mati-hidupnya perusahaan itu, sangat tergantung kepada peran promosi dan iklan yang tidak lain berisi informasi tentang  produk dan proses menginformasikannya kepada calon konsumen.

Secara mutlak pula, “sifat jahat” media massa menjadi alat penghancur manusia dan kebudayaannya. Peristiwa Mbah Priok dan Kerusuhan Kosambi di seputaran Ibukota Jakarta beberapa waktu lalu, menurut Ketua Umum PPWI, adalah dua contoh kasus saja yang masih segar di ingatan warga masyarakat sebagai akibat buruk dari publikasi informasi melalui media massa.

Tayangan langsung tindakan brutal “oknum” Satuan Pamong Praja (Satpol-PP) terhadap beberapa orang warga telah memicu eskalasi puluhan ribu massa berbondong-bondong ke lokasi kejadian untuk menumpahkan rasa amarah sebagai respon atas informasi yang mereka terima.

“Reaksi public”, atas setiap informasi yang disajikan media massa adalah kata kunci yang harus menjadi landasan berpijak dalam membedah persoalan publikasi dan media massa. Suatu informasi dan sumber yang sama akan direspon secara berbeda oleh masyarakat dari daerah/Negara yang berbeda. Reaksi masyarakat juga selalu berbeda disebabkan faktor kedekatan warga dengan substansi informasi yang disampaikan media massa. Misalnya reaksi masyarakat Indonesia cenderung reaktif dibandingkan dengan masyarakat Philipina atau Thailand ketika merespon informasi tentang konflik yang terjadi di palestina. Hal ini lebih disebabkan oleh kedekatan emosional antara penerima informasi di Indonesia yang mayoritas muslim (notabene) mempunyai hubugan erat dengan negeri Arab – dibandingkan dengan pembaca dari wilayah lain yang penduduknya mayoritas non-muslim.

Fakta disepanjang sejarah membuktikan bahwa penikmat manfaat terbesar dari kehadiran media massa umumnya terbatas kepada para pemegang kepentingan di balik penyebaran informasi yang termuat didalamnya. Secara kasat mata, pemangku kepentingan di dunia publikasi media massa berkaitan erat dengan ekonomi dan politik. Media massa pada umumnya dikooptasi oleh kepentingan kelompok pengusaha dan politikus. Pada tataran kehidupan bermasyarakat, jarang media massa menunjukkan keberpihakannya kepada masyarakat banyak. Terutama di level paling bawah. Biarpun kalangan media membutuhkan masyarakat, hanya sebatas sebagai sumber muatan media massanya belaka atau sekedar sebagai konsumsi produk media massa semata,” ungkap Wilson Lalengke.

Ia menyarankan kepada segenap wartawan News Metropol agar didalam melalukan peliputan untuk diberitakan hendaknya senantiasa memperhatikan kode etik jurnalistik. Lakukan cek and recek serta dalam pembuatan berita memperhatikan unsur 5 W + 1H.

Pada penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan jurnalistik jajaran wartawan  News Metropol, turut membawakan makalah masing-masing Mung Pujanarko dengan materi Menulis berita & Press Release, Dany PH Siagian dengan materi menulis feature & profil serta Imam Suwandi dengan materi Etika jurnalistik. Semua pemateri berasal dari Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI). (Bisman)

Komjen Pol (Purn) Drs. Ahwil Luthan, SH. MBA. MM Metropol Rambah 14 Provinsi 51 Kabupaten/Kota

Jakarta, Metropol.

News Metropol terbitan Jakarta makin diminati masyarakat. Bukan hanya di Ibukota Republik Indonesia, tetapi telah menyebar dan merambah pada 14 Provinsi dan tersebar pada 51 Kabupaten/Kota di seantero Nusantara.

Kami akui, bahwa media News Metropol bisa tetap hadir secara rutin, eksis sampai sekarang bahkan telah berkembang dan diminati masyarakat luas, itu lebih disebabkan karena memiliki karakter yang berbeda dengan media cetak lainnya.

News Metropol lebih bernuansa pada upaya mendukung penegakan hukum di republik tercinta ini, memberi makna tersendiri bagi pembacanya, kata Ketua  Dewan Pembina News Metropol Komjen Pol (Purn) Drs. Ahwil Luthan, SH, MBA, MM pada pembukaan Diklat Jurnalistik bagi wartawan News Metropol, sebagai rangkaian peringatan HUT Tabloid Metropol yang berlangsung di Hotel Jayakarta – Jakarta, Rabu – Jum’at, 26-28 Maret 2014. Diselenggarakan News Metropol dengan narasumber oleh tim Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI). Semua ini terlaksana, tidak terlepas dari perjuangan dan kerja keras rekan-rekan wartawan yang mencintai dunia kewartawanan.

“Alhamdulillah, ketika kita harus bersaing dengan rekan media, ternyata media kita masih tetap bertahan meski dalam menapaki edisi demi edisi harus tertatih-tatih dan harus melewati berbagai kendala. Bahkan yang menggembirakan media Metropol telah merambah 14 Provinsi dan diminati masyarakat pada 51 Kabupaten/Kota di seantero Nusantara,” ungkap Ahwil Luthan.

Selain itu, media Metropol bisa eksis dan berkembang tidak terlepas dari setianya para pembaca yang berasal dari berbagai kalangan, terutama dikalangan Kepolisian dan BNN. Dimana kita senantiasa menjalin ‘kemitraan’ kerjasama dengan semua pihak, baik instansi pemerintah maupun swasta serta masyarakat pada umumnya.

Dalam menapaki usia empat tahun ini, maka ke depan media Metropol tak hanya eksis, tapi berkembang luas dan merambah di seluruh pelosok Indonesia yang belum tersentuh. Dengan kata lain, meski media Metropol ini penampakannya penuh kesederhanaan tapi mampu beredar secara nasional…!! Tentunya akan menjadi kebanggaan tersendiri.

Bahkan, Peringatan Hari Jadi Kabupaten Pangkep ke-54 tahun 2014 membawa kesan tersendiri bagi para pembaca Tabloid News Metropol Jakarta. Selain dinilai penyajian  beritanya terkesan sangat familiar juga memberi nuansa tersendiri bagi upaya peningkatan peran serta masyarakat dalam menunjang dan menyukseskan pelaksanaan pembangunan. News Metropol memberi semangat dan harapan baru menuju terwujudnya Supremasi Hukum di negeri tercinta Republik Indonesia ini.

News Metropol terbukti telah menjadi kebutuhan warga masyarakat daerah tiga dimensi Kabupaten Pangkep. Selain berfungsi sebagai sarana komunikasi dua arah antara pengelola media terkemuka di Jakarta juga menjadi bacaan berkualitas yang menyajikan berita hangat, faktual, terpercaya dan tuntas.

News Metropol Jakarta berfungsi ganda, ungkap sejumlah masyarakat Kabupaten Pangkep. Selain berfungsi sebagai sarana pendidikan juga berfungsi sebagai media sosial kontrol pelaksanaan pembangunan, penyelenggaraan pemerintahan serta pembinaan kemasyarakatan. Yang terpenting News Metropol menjadi ujung tombak pemberantasan korupsi.

Ke depan, News Metropol amat diharapkan dapat lebih gencar melakukan peliputan dan investigasi berbagai penyimpangan, yang konon kabarnya semakin merusak tatanan kehidupan masyarakat. Penyimpangan, penyalahgunaan wewenang dan penyalahgunaan anggaran yang dapat menimbulkan kerugian keuangan Negara perlu semakin diintensifkan pelacakannya.

Pelanggan dan pembaca News Metropol Jakarta amat mengharapkan para kuli disket (Wartawan) yang berhimpun dalam wadah News Metropol hendaknya semakin jeli, cermat dan berani mengangkat fakta berbagai penyimpangan yang mengarah kepada tindakan penyalahgunaan anggaran dan korupsi. Enyahkan antek-antek pelaku korupsi di Bumi Persada Indonesia ini. “Wartawan News Metropol maju terus pantang mundur dalam mengungkap berbagai kasus penyimpangan serta tindakan korupsi” yang telah membudaya di Negeri tercinta Indonesia ini, imbuh masyarakat. (Bis)

Selasa, 04 September 2012

RAHASIA Di Atas RAHASIA

 

Ketua KPU Mengunjungi Panglima TNI

Jakarta, Metropol.

Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono, S.E. didampingi Asintel Panglima TNI, Asops Panglima TNI, Aspers Panglima TNI dan Kapuspen TNI  menerima kunjungan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik, SP., beserta 7 anggotanya di ruang tamu Panglima TNI, baru-baru ini di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik, SP.,  mengunjungi Panglima TNI, dalam rangka kerjasama bidang  pendistribusian logistik Pemilu tahun 2014 nanti. Dalam kunjungan ini, selain membicarakan bagaimana pendistribusian logistik pemilu untuk daerah-daerah terpencil, lebih jauh akan mengikat kerjasama atau MoU antara TNI dan KPU secara sah dan dapat diterjemahkan kedua belah pihak dan surat perintah kerja yang mengikat, sehingga TNI dalam hal ini membantu agar pemilihan umum tahun 2014 berjalan sesusai yang diharapkan.

Husni Kamil Manik mengatakan, kunjungan ini tidak lain dalam rangka permintaan kerja sama, “kerjasama ini dilakukan jauh-jauh hari agar menjalin hubungan secara sah dan profesionalisme,” ungkapnya.

Sementara itu, Panglima TNI Agus Suhartono menjelaskan, sangat mendukung dan mengapresiasi dengan baik keinginan KPU untuk bekerjasama. Karena, kata Panglima, ini merupakan salah satu program Nasional. mengapresiasi dengan baik kegiatan ini yang merupakan salah satu program nasional. (Kamal)

Lanal Kendari Amankan KLM Bunga Buana Karya

Kendari, Metropol.

KLM (Kapal Layar Motor) Bunga Buana Karya yang hendak berlayar menuju Lombok Nusa, Tenggara Barat, dari Pelabuhan Maligano, Kabupaten Muna, Provinsi Sultra, terpaksa harus menunda pelayarannya, sehubungan KLM tersebut digiring oleh Patkamla (Patroli Keamanan Laut) TNI AL Lanal Kendari menuju Kendari.

Menurut informasi yang didapat dari Lanal Kendari disebutkan, bahwa penahanan KLM Bunga Buana Karya tersebut dipicu karena KLM yang memiliki bobot mati 106 GT diduga memiliki kelebihan muatan (Over Load). ”Kami tahan sementara karena muatan kapal tersebut telah melebihi water line (garis air red),” ungkap sumber tersebut.

Selanjutnya dikatakan, setelah diperiksa segala dokumen surat-surat kapal ternyata juga didapatkan KLM tersebut mempekerjakan ABK dibawah umur. Selain itu juga kapal yang memuat 325,6 meter kubik kayu olahan rimba campuran siap pakai tersebut, tidak dapat  menunjukkan dokumen berita acara perubahan bentuk kayu bulat menjadi olahan oleh Pejabat Penerbit Surat Keterangan Sah Kayu Bulat (P2SKSKB). Sehingga diduga kuat kayu olahan tersebut adalah hasil ilegal loging yang  berasal dari kawasan hutan konservasi, ungkap sumber. Selanjutnya KLM tersebut akan diserahkan ke instasi terkait, dalam hal ini Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Sultra untuk proses lebih lanjut.

Ditempat terpisah Kepala BKSDA Sultra, Ir. Sahulata R. Yohana Kepada Metropol mengatakan, bahwa pihaknya telah mengetahui penangkapan KLM tersebut dan masih menunggu penyerahan administrasi penangkapan dari pihak Lanal Kendari. “Setelah ada penyerahan dari Lanal, pihaknya akan segera turun ke lapangan untuk melakukan lacak balak. Diakuinya pula bahwa tingkat kejahatan ilegal loging di wilayah Buton Utara saat ini sangat tinggi, namun pihaknya  tidak akan pernah ragu untuk menindak tegas pihak-pihak yang telah berani mengolah kayu di kawasan konservasi.

Kayu olahan tersebut berasal dari Kecamatan Maligano, Kabupaten Muna, Propinsi Sultra, yang mana kecamatan tersebut berbatasan langsung dengan Kawasan Suaka Alam (Hutan Konservasi) Buton Utara yang luasnya mencapai 82.000 Ha. (Tim Metropol Sultra)

Sabtu, 14 Juli 2012

”Pengawasan Hakim Dalam Perspektif Filsafat Pancasila Dan Implementasinya Dalam Lembaga Peradilan Indonesia”

Sebuah Desertasi untuk meraih gelar Doktor
Oleh;
DR. Drs. H. Sirajuddin Sailellah, SH,. M.HI

1.    Pengertian dan Perkembangan Pengawasan Hakim di Indonesia.

Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor : KMA/080/SK/VIII/2006 tentang Pedoman Pengawasan di Lingkungan Lembaga Peradilan menggariskan sebagai berikut;

“Pengawasan merupakan salah satu fungsi pokok manajemen untuk menjaga dan mengendalikan agar tugas-tugas yang harus dilaksanakan dapat berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan rencana dan aturan yang berlaku” (Mahkamah Agung RI, 2007: 1).

Hakim yang dimaksud adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung termasuk di dalamnya hakim adhoc dari empat lingkungan peradilan, yakni Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut (Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009).

Pengertian pengawasan dan hakim di atas memberikan pemahaman bahwa pengawasan hakim berupaya membetulkan kesalahan arah tugas dan fungsi hakim dan karena itu harus dikembalikan pada jalur yang benar. Pengawasan hakim memeriksa apakah pekerjaan yang dilaksanakan hakim telah sesuai dengan arah tujuan yang sudah ditetapkan. Tiga aspek yang menjadi target pengawasan tingkah laku hakim meliputi; 1) aspek kelembagaan; 2) aspek substansi atau acuan yang dipergunakan untuk melakukan pengawasan; dan 3) aspek metode atau mekanisme kerjanya (Mahkamah Agung dan USAID, 2003: 90).

Sejarah berdirinya Mahkamah Agung tidak dapat dilepaskan dari masa penjajahan di Indonesia. Terbukti, hukum di Indonesia sebagian besar belum dapat meninggalkan hukum yang ditinggalkan oleh Belanda dan sebagian lagi oleh Pemerintah Inggris serta terakhir oleh Pemerintah Jepang. Oleh karena itu perkembangan peradilan di Indonesiapun tidak luput dari pengaruh penjajahan selama kurun waktu tersebut.

Hampir semua daerah-daerah jajahan Belanda yang diduduki oleh Inggris setelah peperangan di Eropa berakhir dengan jatuhnya Kaisar Napoleon, dikembalikan kepada negeri Belanda, sebagaimana digambarkan dalam Conventie London 1914. Penyerahan kembali pemerintahan Belanda tersebut diatur dalam St.1816 No.5. Dengan St. 1819 No.20 berisi ketetapan bahwa akan dibuat Reglement yang mengatur acara pidana dan acara perdata yang berlaku bagi seluruh Jawa dan Madura, kecuali Jakarta, Semarang dan Surabaya dengan daerah sekitarnya.

Pada jaman pendudukan Jepang, badan kehakiman ter¬tinggi disebut Saikoo Hooin yang kemudian dihapuskan pada tahun 1944 dengan Osamu Seirei (Undang-Undang) No. 2 tahun 1944 sehingga segala tugasnya dilimpahkan kepada Kooto Hooin (Pengadilan Tinggi).

Ti¬dak terdapat badan kehakiman yang tertinggi pada saat berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 di Indonesia. Satu satunya ketentuan yang menunjuk ke arah badan kehakiman yang tertinggi adalah pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945. Keluarya Penetapan Pemerintah No. 9/S.D. tahun 1946, maka ditunjuk kota Jakarta Raya sebagai kedudukan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Peraturan tersebut merupakan penunjukan tempat saja. Penetapan Pemerintah tersebut pada alinea II berbunyi; “baru dengan Undang-Undang No. 7 tahun 1947 ditetapkan tentang susunan kekuasaan Mahkamah Agung dan Kejaksaaan Agung yang mulai berlaku pada tanggal 3 Maret 1947”.

Pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS), untuk seluruh wilayah Republik Indonesia Serikat (RIS) ada satu Mahkamah Agung Republik Indonesia Serikat sebagai Pengadilan Tertinggi, sedang Badan-Badan pengadilan lain menjadi urusan masing-masing negara Bagian. Undang-Undang yang mengatur Mahkamah Agung Republik Indo¬nesia Serikat adalah Undang-Undang No. 1 tahun 1950 tanggal 6 Mei 1950 (I-N. tahun 1950 No. 30) yaitu tentang Susunan dan Kekuasaan Mahkamah Agung Republik Indonesia Serikat yang mulai berlaku tanggal 9 Mei 1950.

Pada masa setelah lahirnya Komisi Yudisial dibentuklah Majelis Pertimbangan Penelitian Hakim (MPPH) pada tahun 1968. MPPH berfungsi untuk memberikan pertimbangan dalam mengambil keputusan akhir mengenai saran-saran dan atau usul-usul yang berkenaan dengan pengangkatan, promosi, kepindahan, pemberhentian dan tindakan/hukuman jabatan para hakim. Namun ide tersebut tidak berhasil dimasukkan dalam Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman.

Seiring dengan tuntutan reformasi peradilan, pada Sidang Tahunan MPR tahun 2001 yang membahas amandemen ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, disepakati beberapa perubahan dan penambahan pasal yang berkenaan dengan kekuasaan kehakiman, termasuk di dalamnya Komisi Yudisial yang berwenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Berdasarkan pada amandemen ketiga itulah dibentuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang disahkan di Jakarta pada tanggal 13 Agustus 2004.

Salah satu persoalan yang harus mendapat perhatian dalam rangka revisi Undang-Undang Komisi Yudisial adalah menyangkut pengawasan. Sebagaimana dikutip oleh Muchsan (2000: 36), pengawasan menurut Terry; Control is to determine what is accomplished evaluate it, and apply corrective measure, if needed to insure result in keeping with the plan.

Pengertian tersebut menampakkan pengawasan yang dititikberatkan pada tindakan evaluasi serta koreksi terhadap hasil yang telah dicapai, dengan maksud agar hasil tersebut sesuai dengan rencana. Dengan demikian tindakan pengawasan ini tidak dilakukan terhadap suatu proses kegiatan yang sedang berjalan, akan tetapi justru pada akhir suatu kegiatan, setelah kegiatan tersebut menghasilkan sesuatu. Newman menyebutkan; Control is assurance that the performance conform to plan (Muchsan, 2000: 37).

2. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat dan Fungsinya Sebagai Dasar Keilmuan Pengawasan Hakim di Indonesia

Pancasila sebagai sistem filsafat di dalamnya memuat nilai-nilai dasar manusia baik yang menyangkut keberadaannya maupun tindakannya. Nilai-nilai dasar merupakan nilai-nilai kodrat yang melekat pada setiap manusia. Manusia sebagai makhluk monopluralis adalah ciptaan yang tunggal tetapi terdiri dari berbagai unsur dan aspek. Manusia tersusun dari jasmaniah maupun rohaniah, menurut kedudukannya merupakan makhluk yang mandiri dan sekaligus sebagai makhluk ciptaan yang tergantung pada Tuhan sebagai penciptanya. Manusia memiliki sifat yang individual dan sekaligus sosial (Notonagoro, 1975: 12-13).

Lima sila dari Pancasila berasal dari nilai-nilai bangsa dan rakyat Indonesia, yang harus diaktualisasikan dengan mendasarkan pada aspek prikemanusiaan dan prikeadilan sebagai dasar untuk mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam pembangunan nasional.

Pancasila dalam kedudukannya sebagai dasar dan ideologi negara yang tidak dipersoalkan lagi bahkan sangat kuat, harus dijadikan paradigma (kerangka berpikir, sumber nilai, dan orientasi arah) dalam pembangunan hukum, termasuk upaya pembaharuannya.  Pancasila sebagai dasar negara memang berkonotasi yuridis dalam arti melahirkan berbagai peraturan perundangan yang tersusun secara hierarkis dan bersumber darinya; sedangkan Pancasila sebagai ideologi dapat dikonotasikan sebagai program sosial politik dimana hukum menjadi salah satu alatnya dan karenanya juga harus bersumber darinya (Attamimi, 1992: 62).

Kajian terhadap hakikat pengawasan hakim dengan pendekatan filsafat  Pancasila memerlukan pendekatan keilmuan dan analisis budaya. Pendekatan analisa budaya secara khusus berusaha untuk memahami sesuatu objek, tidak dengan melalui kacamata yang asing. Pendekatan itu tidak berarti mengamati dari luar, tapi dari dalam. Tidak secara memahami secara umum saja, tapi menghormati kekhususan dan keunikan masing-masing.

3. Pengawasan Hakim dalam Konteks Profesi dan Institusi Peradilan di Indonesia.

Profesi hakim merupakan suatu pekerjaan dengan keahlian khusus maupun intelektual. Profesi ini menuntut pengetahuan dan tanggungjawab yang sangat besar, diabdikan untuk kepentingan orang banyak, tempat para pencari keadilan berharap kepastian hukum. Hakim sebagai pejabat negara yang diangkat oleh Presiden sebagai aparat pelaksana kekuasan kehakiman. Dalam menjalankan profesi ini setiap hakim harus memahami kode etik.

Terdapat dua alasan (kategori alasan) utama untuk memberi tindakan disiplin pada perilaku seorang anggota profesi hukum (tentunya termasuk hakim) dengan mengacu pada hal di atas, yaitu; a) perilaku yang mengingkari moral (morally wrong); dan b) perilaku yang sangat tercela dan menghina profesi hakim, sehingga yang bersangkutan tidak pantas lagi menjadi hakim (unworthy to continue as a judge) (Drinker,1954: 42-45).

Hakim tidak diperbolehkan menolak perkara sebagaimana penegasan Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 yang menyatakan; “Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa ,mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”. Hakim harus memeriksa dan memutus perkara tersebut dengan melakukan penemuan hukum (interpretasi), bahkan kalau perlu menggunakan kaidah-kaidah hukum yang tidak tertulis sebagaimana penegasan Undang-Undang Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009  yang menyatakan; “hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat”. Hakim dengan inisiatif sendiri, pertimbangan sendiri menemukan hukum dan memutus perkara yang dihadapi. Untuk mengatasi kekosongan hukum, hakim dalam mengadili perkara mempunyai tiga fungsi yaitu; 1) hakim sebagai corong Undang-Undang; 2) hakim sebagai penerjemah Undang-Undang dengan interpretasi; dan 3) hakim menggunakan inisiatif sendiri (pertimbangan sendiri) secara otonom (Wiarda, 1999: 14).

Di antara para penegak hukum yang lainnya, posisi hakim adalah istimewa. Hakim adalah kongkritisasi hukum dan keadilan yang abstrak, bahkan ada yang menggambarkan hakim sebagai wakil Tuhan di bumi untuk menegakkan hukum dan keadilan. Namun beberapa dekade terakhir, bahkan setelah sepuluh tahun reformasi berjalan, profesi hakim mendapatkan gugatan dari berbagai elemen masyarakat karena dianggap hakim masih sering menggadaikan profesionalitasnya untuk kepentingan sesaat dan jangka pendek.

Pengadilan di Indonesia, dalam kaitannya dengan fungsi kekuasaan kehakiman yang merdeka atau hakim yang bebas (independence of judge), menganut suatu aliran yuridis-idealisme yang mengajarkan bahwa di dalam mengolah sesuatu ketentuan dari sesuatu Undang-Undang. Tidak boleh berpegang hanya pada apa yang ada dalam Undang-Undang saja (seperti yang diajarkan oleh aliran yuridis-positivisme), tetapi harus memperhatikan jiwa yang menguasai tata hukum yang memberlakukan Undang-Undang itu (Koesnoe, 1996; 21).

Dikemukakan oleh Asshiddiqie (2006: 53-56), terdapat enam prinsip penting yang harus dijadikan pegangan bagi para hakim di dunia, sebagaimana tercantum dalam The Bangalore Principle, yaitu;

a.    Independensi (Independence Principle), yaitu jaminan bagi tegaknya hukum dan keadilan, dan prasyarat bagi terwujudnya cita-cita negara hukum.

b.    Ketidakberpihakan (Impartiality Principle) adalah prinsip yang melekat dalam hakikat fungsi hakim sebagai pihak yang diharapkan memberikan pemecahan terhadap setiap perkara yang diajukan kepadanya.

c.    Integritas (Integrity Principle) merupakan sikap batin yang mencerminkan keutuhan dan keseimbangan kepribadian setiap hakim sebagai pribadi dan sebagai pejabat negara dalam menjalankan tugas jabatannya.

d.    Kepantasan dan Kesopanan (Propriety Principle) adalah norma kesusilaan pribadi dan norma kesusialaan antar pribadi yang tercermin dalam perilaku setiap hakim, baik sebagai pribadi maupun sebagai pejabat negara dalam menjalankan tugas profesionalnya, yang menimbulkan rasa hormat, kewibawaan, dan kepercayaan.

e.    Kesetaraan (Equality Principle) merupakan prinsip yang menjamin perlakuan yang sama terhadap semua orang berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab tanpa membeda-bedakan satu dengan yang lain atas dasar perbedaan agama, suku, ras, warna kulit, jenis kelamin, status perkawinan, kondisi fisik, status sosial ekonomi, umur, pandangan politik ataupun alasan-alasan yang serupa.

f.    Kecakapan dan Keseksamaan (Competence dan Diligence Principle) merupakan prasyarat penting dalam pelaksanaan peradilan yang baik dan terpercaya. Kecakapan tercermin dalam kemampuan profesional hakim yang diperoleh dari pendidikan, pelatihan dan/atau pengalaman dalam pelaksanaan tugas. Sedangkan kesamaan merupakan sikap pribadi hakim yang menggambarkan kecermatan, kehati-hatian, ketelitian, ketekunan, dan kesungguhan dalam pelaksanaan tugas profesional hakim.

Kebebasan hakim dipengaruhi oleh sistem pemerintahan, politik, ekonomi dan lainnya. Hakim adalah manusia biasa yang dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya tidak akan terlepas dari berbagai kepentingan dan pengaruh sekelilingnya, termasuk kepentingan pribadi, kepentingan keluarga dan sebagainya.

4. Hakikat Pengawasan Hakim dan Pengaruhnya terhadap Lembaga Peradilan Indonesia

Notonagoro (1975: 14) menyatakan terdapat hakikat dan sifat pada tahapan manusia. Hakikat tidak dapat akan terwujud jika tidak disertai sifat. Hakikat dan sifat selalu berhubungan, hakikat tanpa sifat tidak terwujud, demikian juga sifat tanpa hakikat tidak akan ada. Secara metafisis hakikat dibedakan menjadi tiga yaitu; hakikat abstrak, hakikat pribadi, hakikat kongkrit. Hakikat abstrak merupakan kesatuan unsur-unsur dasar yang bersama-sama menyatakan halnya tentang konsep kesatuan ada terdiri atas unsur jenis dan unsur pembeda munculnya hakikat manusia adalah makhluk yang berakal. Hakikat abstrak ini disebut juga hakikat jenis.

Secara ontologis, nilai kemanusiaan yang merupakan sifat hakikat abstrak umum universal yang dapat membedakan manusia dengan makhluk lain. Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan kerakyatan dan keadilan merupakan sifat hakikat manusia. Jika tidak berketuhanan bukanlah manusia. Jika tidak berkemanusiaan juga bukan manusia, jika tidak berkerakyatan atau berkekeluargaan juga bukan manusia. Serta jika tidak berkeadilan juga bukan manusia.

Sepatutnya bila hakikat hakim selaku penegak hukum memiliki sifat dan hakikat manusia yang memahami Pancasila secara integral agar disetiap perilaku dan tindakannya tercermin keluhuran nilai-nilai Pancasila, sehingga secara natural terwujud  karakter yang berperilaku luhur, sehingga seorang hakim tidak akan  melakukan sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

Dari aspek epistemologi, ilmu hukum menurut hakikatnya berusaha untuk menampilkan hukum secara integral. Metode ilmu hukum harus bersifat integral pula. Ilmu hukum pada waktu sekarang sering membedakan antara metode normatif, metode sosiologis dan metode filosofis. Metode penemuan hukum (rechtsvinding) bukan metode ilmu hukum karena metode penemuan hukum hanya dapat dipergunakan dalam praktek hukum. Penentuan penggunaan metode sosiologis dan metode filosofis tergantung pada kadar atau intensitas kaidah yang diteliti, sebab tidak semua kaidah memerlukan analisa baik filosofis maupun sosiologis.

Pengertian Pancasila yang ditempatkan sebagai satu kesatuan (sistem filsafat), secara aksiologis dimaksudkan agar tidak menimbulkan pengertian yang lain atau keliru terhadap Pancasila. Dengan demikian apabila sila kemanusiaan dibicarakan misalnya, maka pembicaraan sila ini baru akan bermakna dan aktual apabila dikaitkan dengan sila yang mendahuluinya dan yang kemudian sehingga mencerminkan adanya hubungan yang tiada terputus.

Nilai kemanusiaan sebagai bagian dari nilai-nilai Pancasila, jika dikaitkan dengan pengawasan hakim, seyogyanya ditempatkan oleh hakim untuk mencerminkan setiap perilaku hakim sehingga menegakkan nilai filosofis dari kemanusiaan yang bermartabat.

Pancasila sebagai sebuah sistem filsafat mendapatkan maknanya bagi Bangsa Indonesia melalui manusia Indonesia sebagai pendukung. Hal ini sesuai dengan pandangan (Notonagoro, 1971: 13), yaitu bahwa manusia menjadi pendukung atau subjek dari pada sila-sila Pancasila. Maka manusia menjadi dasar kesatuan daripada Pancasila, dengan kata lain dalam Pancasila tersimpul hal-hal yang mutlak daripada manusia.

Hal-hal mutlak yang dimaksud oleh Notonagoro yaitu terdapatnya kodrat manusia yang dwi-tunggal atau monodualis  pada diri manusia. Hakikat dwi-tunggal  yaitu bahwa manusia tersusun atas tubuh dan jiwa sebagai kesatuan, sifat perseorangan dan makhluk sosial sebagai kesatuan, serta kedudukan kodrat pribadi berdiri sendiri dan makhluk Tuhan sebagai kesatuan (Notonagoro, 197:14). Dalam pengalaman hidup dapat kadang-kadang unsur-unsur masing-masing menurut keadaan, kebutuhan dan kepentingan keseluruhan negara, bangsa dan masyarakat serta rakyat lebih muncul atau lebih kuat menjelma daripada lainnya, akan tetapi dalam keadaan yang demikian itu satupun dari unsur-unsur lainnya tidak dapat dihilangkan, tidak dapat diabaikan (Notonagoro, 1971:15).

Kerangka pembaharuan sistem hukum dan peradilan secara umum menegaskan bahwa penegakan hukum harus menggunakan paradigma moral. Ketika paradigma kekuasaan memudar dan janji pemanfaatan paradigma hukum mulai menuai harapan sebetulnya bangsa ini perlu menindaklanjuti dengan meletakkan nilai-nilai dasar yang menjadikan acuan penyelenggara negara. Hal ini, seperti diungkapkan di muka, merupakan upaya menjaga kontinuitas dan kesinambungan agar “kegagalan” penggunaan paradigma hukum tidak menjadi legitimasi penggunaan paradigma kekuasaan kembali. Paradigma moral nampaknya dapat dijadikan alternatif yang baik bagi negara Indonesia, karena paradigma ini lebih cocok dengan budaya Indonesia yang menonjolkan ruang bebas konflik (Mulkan, Kompas: 1996).\

5. Implementasi Makna Pengawasan Hakim dalam Lembaga Peradilan Indonesia

Hakim secara fungsional merupakan tenaga inti penegakan hukum, dalam menyelenggarakan proses peradilan. Parameter mandiri atau tidaknya hakim dalam memeriksa perkara dapat dilihat dari kemampuan dan kredibiltas hakim dalam menjaga integritas moral dan komitmen kebebasan profesinya dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dari campur tangan dari pihak lain dalam proses peradilan. Apabila para hakim terpengaruh oleh campur tangan pihak-pihak lain dalam menjalankan tugas wewenang yudisialnya, berarti hakim tersebut kurang atau tidakmandiri. Sebaliknya apabila hakim tidak terpengaruh dan dapat tetap bersikap obyektif, meskipun banyak tekanan psikologis dan intervensi  dari pihak lain, maka hakim tertsebut adalah hakim yang memegang teguh kemandiriannya.

Kegagalan lembaga peradilan di Indonesia dalam menjalankan prinsip  kekuasaan kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka dan bebas dari pengaruh apapun menjadi titik tolak atau fokus perhatian kenapa partisipasi publik dalam pengawasan hakim sangat mendesak dan penting. Dari hasil penelitian Daniel Kaufmann dijelaskan bahwa tingkat korupsi peradilan di Indonesia adalah yang paling tinggi diantara negara-negara yang berkembang lainnya seperti Ukraina, Venezuela, Rusia, Kolumbia, Mesir, Yordania, Turki, Malaysia, Brunei, Afrika Selatan, Singapura dan lain-lain (LBH Jakarta, 2004: 17).

Pengawasan sebagai wujud checks and balances. Menurut Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 dinyatakan bahwa menciptakan checks and balances dalam lembaga peradilan perlu diusahakan agar putusan-putusan pengadilan dapat diketahui secara terbuka dan transparan oleh masyarakat. Pengawasan mewujudkan prinsip good governance. Partisipasi publik dalam pengawasan hakim merupakan salah satu wujud penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (good governance). Sebab menurut World Bank, beberapa karakteristik dari good governance adalah masyarakat sipil yang kuat dan partisipatoris, terbuka, pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi, eksekutif  yang bertanggungjawab, birokrasi yang profesional dan aturan hokum (Krina, 2003: 4).

Berkaitan dengan tugas pengawasan dalam rangka menjaga dan mene¬gakkan kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku hakim, maka hakim dituntut untuk menjunjung tinggi kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman. Selain tidak menodai kehormatan dan keluhuran martabatnya, seorang hakim harus menunjukkan perilaku berbudi pekerti luhur. Perilaku dapat diartikan sebagai tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan.

Perilaku hakim dapat menimbulkan kepercayaan, tetapi juga menyebabkan ketidakpercayaan masyarakat kepada putusan pengadilan. Ketidakpuasan masyarakat terhadap putusan pengadilan sebagian disebabkan oleh kenyataan bahwa putusan hakim sering dianggap tidak adil, kontroversial, bahkan tidak dapat dieksekusi secara hukum. Keadaan ini menuntut hakim harus sungguh-sungguh memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, dan profesional dalam rangka membangun dan menumbuhkan kepercayaan masyarakat.

Komisi Yudisial memiliki tugas menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim (Pasal 13 huruf b Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004). Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Yudisial melakukan pemeriksaan terhadap dugaan penyimpangan atau pelanggaran perilaku hakim, dan hasil pelaksanaan tugas Komisi Yudisial diajukan usul kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi agar dijatuhi sanksi.

Konstruksi perilaku hakim yang menunjukkan bahwa tameng independensi hakim tidak termasuk dalam ranah perilaku karena independensi hakim sebagai individu berada dalam pikiran dan nuraninya yang tercermin dalam putusannya. Namun, pikiran dan nurani hakim dalam suatu putusan pengadilan bukan berarti tanpa akuntabilitas hukum yang tidak bisa dikoreksi atau dinilai, melainkan terdapat mekanisme koreksi yudisial yang ditentukan berdasarkan Undang-undang, yaitu mekanisme banding, kasasi, peninjauan kembali, dengan prinsip bahwa putusan hakim selalu dianggap benar sebelum diputuskan berbeda oleh pengadilan yang lebih tinggi (res judicata proveritate hebeteur).

Penegakan hukum hanya dapat terlaksana apabila berbagai dimensi kehidupan hukum selalu menjaga harmonisasi, keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara moralitas sosial,  moralitas kelembagaan dan moralitas sipil yang didasarkan pada nilai-nilai aktual di dalam masyarakat beradab, baik nasional maupun internasional. Dengan demikian kerjasama baik nasional maupun internasional sangat dibutuhkan tidak hanya untuk membuat rambu-rambu pergaulan baik nasional maupun internasional. Dalam kerangka inilah muncul kode etik (code of conduct) yang keberadaannya terlihat sebagai tuntutan nasional maupun internasional.

1.    Kesimpulan

Pengertian pengawasan hakim dalam sejarah perkembangan hukum di Indonesia memberikan pemahaman bahwa pengawasan hakim berorientasi kepada tujuan meningkatkan martabat hakim sebagai manusia dan lembaga peradilan yang berwibawa. Pengawasan berupaya membetulkan kesalahan arah yang terjadi dalam pelaksanaan tugas dan fungsi hakim. Pengertian ini mengandung makna bahwa hakim adalah subjek hukum yang terkait erat dengan hakikat susunan kodrat manusia sebagai makhluk yang memiliki jasmani dan rohani.

Pancasila sebagai sistem filsafat bangsa memiliki hubungan esensial dengan pengawasan hakim. Nilai-nilai filsafat yang terkandung Pancasila merumuskan suatu idealitas yang mendasari pengawasan hakim di Indonesia. Oleh karena itu, setiap hakim di Indonesia harus mampu menunjukkan keluhuran budi dan tingkah laku yang mencerminkan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai bagian dari pandangan ideologi berbangsa dan bernegara di Indonesia dengan tujuan untuk mewujudkan hakim Indonesia yang bermartabat.

Dalam konteks profesi dan institusi peradilan di Indonesia, pengertian pengawasan hakim adalah sebuah upaya untuk mewujudkan judicial accountability, yaitu berjalannya pengawasan terhadap badan peradilan, termasuk perilaku hakim. Implementasi makna pengawasan hakim pada lembaga peradilan Indonesia dalam konteks ini menunjukkan bahwa kedudukan hakim tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat yang mendambakan berlakunya supremasi hukum dan keadilan.

Hakikat pengawasan hakim berpengaruh dalam menegakkan objektifitas hukum yang harus diwujudkan melalui putusan-putusan hakim di lembaga peradilan. Putusan-putusan hakim bukanlah perwujudan aspirasi pribadinya dan bukan merupakan perwujudan dari pendirian pribadinya dan bukan pula merupakan penerapan filsafat pribadinya, melainkan perwujudan dari aspirasi, pendirian dan filsafat masyarakat pada waktu dan di mana putusan itu dijatuhkan.

Dalam kaitannya dengan implementasi makna pengawasan hakim, maka nilai-nilai Pancasila adalah dasar sekaligus tujuan bagi pelaksanaan tugas dan fungsi hakim pada lembaga peradilan Indonesia. Tugas hakim dengan kebebasan yang dimilikinya harus dilengkapi dengan impartiality dan professionalism di bidangnya. Dengan demikian, aspek pertanggungjawaban, integritas moral dan etika, transparansi, imparsialitas, profesionalisme dan aspek pengawasan, merupakan rambu-rambu diakuinya kebebasan dan independensi hakim dalam mengemban tugas-tugas di lembaga peradilan. ***.

BIODATA
Nama
Drs. H. Sirajuddin Sailellah, SH., M.HI

Pangkat/Gol
Hakim Madya Pratama /Pembina (IV/a)
2009
Tempat/Tanggal Lahir
Sungguminasa, 13 Januari 1968

Pekerjaan
Hakim
1997-Skrg
Jabatan
Hakim Yustisial/Panitera Pengganti  Mahkamah Agung RI
2006-Skrg

Riwayat Pendidikan


SDN. Bontokamase Sungguminasa Kab.Gowa
1976-1981

SMP/MTS  Pesantren IMMIM Tamalanrea Makassar
1981-1984

SMA/Aliyah Pesantren IMMIM Tamalanrea Makassar
1984-1987

Fakultas Syariah IAIN Alauddin
1988-1992

Fakultas Hukum STIH Sengkang
1998-2002

Magister Hukum Islam UIN Alauddin
2000-2002

Program Doktor Fak. Filsafat UGM Jogjakarta
2008-2012

Riwayat Kepangkatan


CPNS/Calon Hakim  di PA Majene (III/a)
1993-1994

PNS/Calon Hakim di PA Palopo (III/a)
1994-2006

Hakim Pratama Muda PA.Watansoppeng (III/b)
1997-2001

Hakim Pratama Madya PA. Masamba (III/c)
2001-2004

Hakim Pratama Utama PA Jakarta Barat  (III/d)
2004-2009

Hakim Madya Pratama /Hakim Yustisial MARI(IV/a)
2009- Skrg

Pengalaman Jabatan


1.Hakim PA. Watansoppeng
2.Hakim PA. Masamba
3.Hakim PA. Jakarta Barat
2.Hakim Yustisial/Panitera Pengganti     Mahkamah Agung
1997-2001
2001-2004
2004-2006
2006-Skrg

Nama Orang Tua
Ayah
H. Sailellah Daeng Naba (Alm)

Ibu
Hj. Hadrah Daeng Tarring (Almh)


Keluarga

Nama Isteri
Dra. Hj. Sarbiati Saleng, SH, MH

Pekerjaan
Hakim 
1997 –Skrg
Unit Kerja
PA.Jakarta Utara
2010-Skrg

ANAK 4 ORANG :


1.Sardila Nurulhikmah Sailellah
  Palopo, 21 Maret 1995
Siswi SMU Al Azhar Jakarta

2.Sardini Sayyidatunnisa Sailellah
   Palopo, 7 Juni 1996
Siswi SMU Al Azhar Jakarta

3.Sardiansyah Khaerul Imam     Sailellah
Palopo, 23 Maret 1998
Santri Pesantren Darunnajah Jakarta

4.Radiat Ulil Azmi Sailellah
Santriwati Pesantren Darunnajah Jakarta
Organisasi sosial kemasyarakatan


1.Mantan Ketua Remaja Masjid Nurul Iman Jl. Malino
1987-1990

2.Pelatih Black Phanter Karate Unit UIN Alauddin Makassar
1987-1992

3.Ikatan Hakim Indonesia
1997-Skrg

4. Pengurus Pusat Kerukunan Keluarga Sul-Sel (KKSS)
2005

3.Ketua DKM Masjid Jami Al- Amin Bekasi utara
2005-Skrg

4.Dewan Penasehat RW 022 Bekasi Utara Kota Bekasi
2009-Skrg

5. Himpunan Ilmuwan dan Sarjana Syariah Indonesia
2009

Pengalaman Mengajar


1.    Pengajar Hukum Acara Perdata Agama pada Diklat Pendidikan Khusus Advocat Yan Apul
2.    Pengajar Hukum Acara Perdata Agama pada Diklat Pendidikan Khusus Advocat FHP
3.    Pengajar Sistem Hukum Indonesia pada Universitas islam “45  Bekasi
4.    Pengajar Hukum Acara Perdata Agama Diklat Pendidikan Khusus Advokat Mabes Polri
5.    Dosen Luar Biasa fakultas Hukum YARSI Jakarta
6.    Dosen Luar Biasa fakultas Ilmu Sosial Politik Unisma Bekasi
7.    Pemateri Hukum Keluarga In House Training PT Jasa Raharja
2006 s/d Skrg
2008 s/d Skrg
2009 s/d skrg
RIWAYAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN


1.      Pendidikan Calon Hakim  (1993)
Jakarta

2.      Latihan Pra Jabatan Tk III (1994)
Jakarta

3.      Pelatihan Tehnis Yustisial (1998)
Makassar

4.      Pelatihan Sertifikasi Mediator (2009)
Bogor

PIAGAM PENGHARGAAN


1.      Satya Lencana Kesetiaan  10 Tahun Republik Indonesia
2007

2.      Piagam Penghargaan Mahkamah Agung RI
2009