Selasa, 05 Agustus 2014

Asean Bersatu Lawan Narkoba

Jakarta, Metropol - Dalam Pertemuan Para Pejabat Tinggi ASEAN,  untuk masalah narkoba atau Asean Senior Officials on Drug Matters (ASOD) di Hotel Dusit Thani, Wakil Presiden Philipina, YM Jejomar C Binay menyampaikan komitmen dan keteguhan Negara-negara ASEAN  untuk bersatu melawan dan mengatasi ancaman narkoba yang berpotensi menghambat kemajuan ASEAN, baik dalam aspek sosial maupun ekonomi.

“Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba adalah musuh bersama Asean. Karena itulah negara Asean harus melawannya sebagai one region, one asean”, tegas Jejomar.

Sementara itu, Kepala BNN, DR Anang Iskandar menilai pertemuan ASOD sangat penting. Karena dalam kesempatan ini Negara-negara Asean akan membahas langkah dan pencapaian masing-masing negara dalam mengatasi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di wilayah Asean.

Kepala BNN menjelaskan, dalam pertemuan ini ada tiga aspek penting dibahas lebih mendalam antara lain,  (1) pengurangan lahan tanaman gelap, (2) penurunan produksi, peredaran dan kejahatan narkoba, (3) pengurangan prevalensi narkoba masing-masing negara.

Pertemuan ASOD diketuai oleh Undersecretary Edgar C Calvante dari Dangerous Drug Board Philipina dan dihadiri oleh para pejabat tinggi anti narkoba  negara-negara Asean. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Kepala BNN, DR Anang Iskandar didampingi sejumlah perwakilan wakil dari BNN, Badan POM, Polri dan Kemlu. Selain anggota ASEAN juga hadir mitra negara di luar ASEAN seperti Tiongkok, Jepang, India dan Korea Selatan  serta wakil dari UNODC dan DEA.

Dalam pembukaan sidang, para Ketua Delegasi memaparkan situasi terkini dari ancaman bahaya narkoba di negara masing-masing dan upaya yang ditempuh untk  mengatasinya. Dari masing-masing paparan dapat disimpulkan, bahwa upaya pengurangan lahan tanaman gelap seperti tanaman opium dan ganja mengalami dinamika keberhasilan seperti di Thailand untuk jenis opium dan tanaman ganja di Indonesia melalui program eradikasi tanaman gelap dan program alternative development.

Pada kesempatan paparan ini, hampir seluruh negara menghadapi ancaman yang sama, yaitu derasnya peredaran Amphetamine (ATS). Utamanya Methaphethamine atau sabu dan ekstasi. Sedangkan beberapa negara yang dekat dengan sumber tanaman opium seperti Myanmar,  Thailand, Laos, dan Kamboja tidak hanya menghadapi masalah ATS, akan tetapi juga heroin.

Oleh karena itu penelitian, monitoring, dan evaluasi dapat menjadi dasar pemahaman dalam rangka mengidentifikasi masalah utama dan mencari solusi yang strategis. Dengan variabel seperti di atas, kebijakan yang dihasilkan akan efektif dan mudah diterapkan.

Pada dasarnya, penelitian beserta bukti-bukti yang didapatkan bisa  menjadi pendukung dalam pengambilan kebijakan. Namun faktanya penelitian itu sendiri belum dioptimalkan secara nyata dalam membuat sebuah kebijakan. Ada dua hal yang menjadi penyebab hal ini. Pertama adalah penelitian itu sendiri masih minim, baik secara kualitas maupun kuantitas. Kedua, para pengambil kebijakan belum terbiasa dengan pemanfaatan penelitian itu sebagai salah satu alat untuk menunjang pembuatan kebijakan.

Penyusunan kebijakan berbasis bukti dan juga pengembangan kualitas penelitian menjadi hal penting yang harus dibahas. Anggota ASOD sepakat bahwa penelitian tentang penyalahgunaan narkoba bukanlah hal yang mudah. Karenanya, diperlukan metodologi yang sesuai dan berkualitas. Artinya, peneliti akan memperhitungkan betul masalah populasi, sampling, metode pengumpulan data, analisis data, dan pada akhirnya peneliti akan menginformasikan hasil dari penelitian tersebut.

Sebagai penelitian penyalahgunaan narkoba pada kalangan rumah tangga memang penting. Tapi jika dibandingkan dengan populasi anak muda dan pekerja, maka penelitian akan jauh lebih bernilai. Karena penyalahgunaan narkoba banyak terjadi pada dua kalangan tersebut.

Dalam pertemuan ASOD ini, negara-negara anggota mendiskusikan tentang prosedur pengambilan sampel termasuk, multistage, purposive, stratified, systematic, and random sampling. Sedangkan dalam metode pengumpulan data, dibahas pula tentang wawancara tatap muka, kuisioner, dan teknil lainnya yang dapat meningkatkan keterbukaan dari responden.

Dari hasil pembahasan yang dilakukan, peneliti diharapkan untuk mempertimbangkan kualitas data sebagai faktor penentu keberhasilan analisis data survey prevalensi narkoba. Kualitas yang baik dipengaruhi oleh pertanyaan analisis, teori relevant untuk pengambilan keputusan analisis yang logis, dan penggunaan data yang relevan sebagai dasar pembuktian. Intepretasi data bukan hanya sekedar statistik, tapi juga dapat mendukung pembuatan kebijakan.

Para peserta pertemuan ASOD juga membahas tentang pentingnya penelitian tentang pengurangan demand dan supply narkoba. Semua pihak yakin bahwa program penanganan narkoba harus memperhatikan dua hal penting yaitu bagaimana menekan supply dan mengurangi demand. (Delly M/Humas BNN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar