Denpasar, Metropol.
Di tengah kesibukannya memimpin pemerintahan di Provinsi Bali, Jumat, 8 Juni 2011 siang, Gubernur Bali beserta Nyonya Ayu Pastika menyempatkan diri meninjau lomba design songket dan endek Bali, serangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) XXXIII yang ditutup hari ini di ruang tamu utama (VIP Room) Gedung Ksirarnawa, Taman Werdhi Budaya Denpasar.
Pameran yang baru pertama kali ini menarik perhatian Gubernur, lebih-lebih hal itu merupakan inisiatif Ketua Dekranasda Bali Nyonya Ayu Pastika. Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) menggandeng Disperindag dan Dinas Kebudayaan Bali untuk kegiatan ini. Hadir Kadiperindag Bali Gede Darmaja, Kadisbud Bali I Ketut Suastika dan Karo Humas dan Protokol I Ketut Teneng. Lomba diikuti delapan kabupaten/kota se-Bali. Masing-masing menampilkan kerajinan terbaiknya. Satu-satunya kabupaten yang tidak ikut adalah Tabanan disebabkan ketiadaan perajin.
Karya yang ditampilkan 41 lembar terdiri dari 23 kain endek dan 18 songket. Pada saat meninjau lomba, Gubernur Made Mangku Pastika mendapat penjelasan detail dari para perajin. Kata mereka, kain songket dan endek tidak bisa dikerjakan 100% dengan mesin. Ada beberapa bagian yang tidak bisa dikerjakan mesin. Teknologi paling modern untuk ini adalah ATBM sistem kartu. Songket bahkan disinyalir sama sekali tidak bisa dikerjakan mesin karena akan kehilangan ciri khas motif timbul dan paduan warna. ATBM sistem kartu juga belum mampu membuat songket karena kartunya cepat rusak. Ke-18 kain songket yang dilombakan 100% hasil pekerjaan tangan (hand made) sehingga originalitasnya dapat dipertanggungjawabkan. “Semuanya dibuat dengan tenun cagcag Pak Gubernur,” tutur perajin. Bahannya pun tak banyak variasi yakni kain katun dan sutera. Karena 100% hand made, waktu pengerjaan menjadi lama. Satu lembar songket bagus memakan waktu hingga tiga bulan. Itu sebabnya harganya mencapai puluhan juta rupiah.
Kadisperindag Gede Darmaja mengemukakan, lomba bertujuan memberi ruang, baik bagi perajin maupun pecinta songket dan endek untuk mengembangkan apresiasi mereka. Kriteria yang dinilai meliputi design timbul akibat perpaduan struktur anyaman antara benang lusi (vetikal) dan pakan (horisontal) untuk songket dan motif yang ditimbulkan akibat dampak warna dari benang dan pakan untuk jenis endek.
Sementara Gubernur Made Mangku Pastika berharap, lomba ini jangan hanya sekali ini. Perlu dilakukan minimal setahun sekali sampai masyarakat mengenal dan bangga. Gubernur mengatakan siap membantu pengenalan songket dan endek dengan mengupayakan kedua jenis ini menjadi pakaian resmi para kepala pemerintahan dan delegasi ASEAN Fair dan ASEAN Summit 2013. Gubernur membantah songket dan endek Bali kalah gengsi dibanding kain lainnya. Banyak kalangan menyukai dan mencintai songket dan endek. “Seiring membaiknya perekonomian, tidak semua kan masyarakat suka (kain) yang praktis, murah dan cepat mendapatkannya. Banyak juga yang mencari ini,” cetus Gubernur seraya berharap para perajin mempertahankan ke orisinilan karyanya dengan motif yang mengandung filosofi kehidupan khas Bali seperti Barong dan Rangda, kehidupan alam terbuka, dan pewayangan yang tiada duanya di dunia.
Usai meninjau lomba design songket dan endek, Gubernur beserta rombongan meninjau stand pameran arsitektur Bali. Mantan Kapolda Bali ini mengaku sangat terkesan pada kreativitas arsitek Bali yang sangat piawai membuat karya seni bangunan berupa pahatan ornamen bangunan seperti pintu, jendela, gazebo, dan jenis bangunan lain. Gubernur berharap, pameran seperti ini makin ditingkatkan di masa depan dengan disertai penawaran harga akhir yang sudah ditetapkan pemerintah. Dengan begitu calon pembeli mendapat kepastian harga sesuai kualitas bahan dan karya tanpa ragu-ragu. Untuk semua itu, diusulkan supaya dibentuk semacam tim kurator yang menilai kualitas dan harga produk. Itu disampaikan karena kualitas adalah harga. “Quality is price”. (Boby/Humas Pemprov)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar