Minggu, 17 Juli 2011

Bagir Manan Pemberitaan Nazaruddin Sesuai Kode Etik Jurnalistik


Jakarta, Metropol.

Dewan Pers menilai pemberitaan tentang mantan bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin sesuai kode etik jurnalistik. Tak ada yang salah saat media memberitakan keterangan berdasarkan SMS dan BlackBerry Messenger.

Ketua Dewan Pers Bagir Manan mengatakan, pemberitaan melalui SMS atau BBM merupakan fakta jurnalistik, terlepas apakah isi pesan benar atau tidak. Itu bukan fungsi pers untuk membuktikan, tapi fungsi penegak hukum.

Menurut Bagir, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat terlalu berlebihan. Yudhoyono menganggap pers sebagai salah satu penyebab banyaknya persoalan di Partai Demokrat.

"Tidak ada yang sifatnya fiktif atau karangan. Karena itu, terlalu pagi kalau keterangan SBY sebagai Ketua Dewan Pembina PD seolah-olah mengatakan persoalan-persoalan PD dan yang melibatkan orang-orang di internal Demokrat sekadar dibesar-besarkan pers," kata Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, dalam jumpa pers, di Kantor Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta.

Mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) ini menjelaskan, apa yang diberitakan pers adalah sebuah kenyataan. Nazaruddin begitu saja meninggalkan tanah air dan kemudian dijadikan tersangka korupsi oleh KPK terkait kasus wisma atlet. "Itu kenyataan dan semua orang membicarakan itu, sehingga apa yang diberitakan pers masih atas kenyataan yang diketahui umum," jelasnya.

Menurut Bagir, sumber berita dari pesan BlackBerry Messenger (BBM) dan SMS sah untuk dijadikan berita. Termasuk dalam kasus Nazaruddin, fakta yang terjadi ada keterangan yang disampaikan melalui pesan tersebut.

"Kalau memang ada BBM yang ngomongnya gitu ya itu fakta. Itu saya anggap sepanjang ditulis berdasarkan itu, ya masih dalam fungsi jurnalistik," paparnya.

Bagir Manan menjelaskan, berita jelas didasarkan fakta. Namun memang, barangkali ada perbedaan persepsi mengenai pengertian fakta tersebut. Jelas fakta jurnalistik berbeda dengan fakta hukum.

"Fakta jurnalistik tidak harus dibuktikan kebenarannya, tapi apa adanya. Tapi fakta BBM itu ada, tapi apakah isinya kebohongan Nazaruddin atau orang yang buat, bukan lagi tugas jurnalistik untuk cek kebohongan dan sebagainya," terangnya.

Langkah pers yang mengangkat BBM itu sebagai berita dinilai Bagir bisa dibenarkan sepanjang dilakukan langkah klarifikasi dan menumbuhkan keyakinan bahwa itu berita yang benar dari orang yang benar. "Kalau memang ada yang merasa itu salah, buktikan saja. Jangan bebani kita untuk buktikan, bukan tugas kita," tegas Bagir.

Bagir menengarai jangan-jangan ada sesuatu di balik pernyataan SBY yang menyudutkan pers. "Jangan sampai dari pernyataan itu, sedang mencoba mengalih-alihkan persoalan itu," terangnya.

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti, mengatakan, SBY seharusnya mengurusi kadernya yang nyata-nyata berkonflik lewat media.
"Jangan gara-gara Anda sakit, jalannya pincang, jadi jalanan yang disalahin. Jangan gara-gara konflik di Partai Demokrat begitu dahsyat dan diberitakan dengan dahsyat, media disalahkan," katanya.

Wakil Sekjen Partai Demokrat, Saan Mustofa, menegaskan, SBY tak ada tendensi menyalahkan pers. "Tak ada kesan Pak SBY menyalahkan pers. SBY selalu mendukung kebebasan pers," ujar Saan. Menurut Saan, dukungan SBY kepada kebebasan pers itu tak diragukan lagi. Namun, menurut Saan, Partai Demokrat, memang merasakan ada pihak yang mengadu domba sesamanya.

"Kita memang merasa satu sama lain kayak dihadap-hadapkan. Kita masih mencari tahu juga siapa yang melakukan itu. Saya pastikan itu bukan media massa. Kita hanya merasa saja," katanya.

Dalam jumpa pers, di Cikeas, Senin (11/7) malam, SBY menyayangkan sikap media dalam pemberitaan Nazaruddin. Dia menilai SMS maupun BBM dari orang yang mengaku Nazaruddin dijadikan judul dan headline di media massa, sehingga menohok PD.

"Banyak pemberitaan media massa, termasuk media massa yang selama ini memiliki kredibilitas dan reputasi baik, yang terus juga mendiskreditkan PD, yang hanya bersumber pada SMS atau BBM,” kata SBY.

“Yang saya tidak pernah paham dengan akal dan logika saya, justru berita yang bersumber dari SMS dan BBM dijadikan judul besar, tema utama, dan headline yang mencolok. Tidak bisa dikonfirmasi kebenarannya, kemudian dianggap sebagai sebuah kebenaran, dan dijadikan alat untuk menghakimi PD," sebut SBY lagi. (Delly. M)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar