Jumat, 19 September 2014

22 Persen Pengguna Narkoba Kalangan Pelajar

Jakarta, Metropol - Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan, sebanyak 22 persen pengguna narkoba di Indonesia dari kalangan pelajar dan mahasiswa.

Hasil survei BNN di tiap-tiap universitas dan sekolah pada 2011 itu ditaksir bisa lebih besar lagi saat ini, mengingat adanya tren peningkatan pengguna narkotika.

Kepala Bagian Humas BNN, Kombes (Pol) Sumirat Dwiyanto, menyampaikan, pelajar dan mahasiswa masih menjadi kelompok rentan pengguna narkoba. Lemahnya pengawasan orangtua, serta labilnya psikologi remaja membuat mereka mudah terjerumus menggunakan narkotika.

“Artinya dari empat juta orang di Indonesia yang menyalahgunakan narkoba, 22 persen di antaranya merupakan anak muda yang masih duduk di bangku sekolah dan universitas,” ujarnya.

Sumirat mengatakan, umumnya pengguna yang berada di kelompok 15–20 tahun menggunakan narkotika jenis ganja dan psikotropika seperti Sedatin (Pil BK), Rohypnol, Megadon.

Sejak 2010 sampai 2013 tercatat ada peningkatan jumlah pelajar dan mahasiswa yang menjadi tersangka kasus narkoba. Pada 2010 tercatat ada 531 tersangka narkotika, jumlah itu meningkat menjadi 605 pada 2011. Setahun kemudian, terdapat 695 tersangka narkotika, dan tercatat 1.121 tersangka pada 2013.

Kecenderungan yang sama juga terlihat pada data tersangka narkoba berstatus mahasiswa. Pada 2010, terdata ada 515  tersangka, dan terus naik menjadi 607 tersangka pada 2011. Setahun kemudian, tercatat 709 tersangka, dan 857 tersangka di tahun 2013. Sebagian besar pelajar dan mahasiswa yang terjerat UU Narkotika, merupakan konsumen atau pengguna.

Pada 2011 BNN juga melakukan survei nasional perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba pada kelompok pelajar dan mahasiswa. Dari penelitian di 16 provinsi di tanah air,  ditemukan 2,6 persen siswa SLTP sederajat pernah menggunakan narkoba, dan 4,7 persen siswa SMA terdata pernah memakai barang haram itu. Sementara untuk perguruan tinggi, ada 7,7 persen mahasiswa yang pernah mencoba narkoba.

Sumirat mengatakan, pihaknya menggandeng Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk memberantas peredaran narkotika di kalangan mahasiswa dan pelajar. "Kami juga menjalin kerja sama dengan 59 lebih kampus di Jakarta untuk menangkal peredaran dan penyalahgunaan  narkotika," ujarnya.

Menurutnya, naiknya angka pengguna narkotika di kalangan pelajar dan mahasiswa akibat minimnya keinginan melakukan rehabilitasi.Setiap tahun, baru ada sekitar 18 ribu pengguna yang mendaftarkan diri ke program rehabilitasi. Untuk kelompok pelajar sendiri, pada 2013 tercatat ada 456 pelajar dan 391 mahasiswa yang mengikuti program rehabilitasi dari BNN.

Sosiolog Universitas Indonesia (UI), Devi Rahmawati, menyebutkan, usia remaja dan mahasiswa rentan terpapar narkotika karena belum mencapai tingkat kematangan memadai. “Karena cenderung labil, kelompok pelajar dan mahasiswa kerap menjadi pasar empuk bagi pengedar,” ujarnya.

Meski termasuk golongan yang belum mandiri secara finansial, pelajar dinilai kerap melakukan tindakan nekat jika sudah masuk ke tahap pecandu berat. Hal itu membuat praktik penyalahgunaan narkotika di kalangan pelajar dan mahasiswa, kerap terkait dengan tindakan kriminal seperti pemalakan, penjambretan hingga pencurian.

Sementara itu, pengamat pedidikan, Andreas Tambah, menilai ada banyak faktor yang membuat pelajar rentan terkena narkotika. Selain psikologi remaja yang cenderung labil. Faktor lain yakni lemahnya kontrol dari pihak sekolah dan keluarga. Dari pengamatannya di lapangan, kerap ditemukan kasus penyalahgunaan narkoba yang bersumber dari kurang harmonisnya keluarga.

"Biasanya anak-anak dari keluarga yang cukup mampu tetapi komunikasinya kurang baik dengan orangtua. Jadi perkembangan anak sulit diawasi," ujarnya.

Menurutnya, keluarga jadi faktor kunci untuk mencegah penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar. Hal ini tidak bisa dianggap remeh. Apalagi pengedar biasa melakukan pendekatan yang lebih personal. Ia juga berharap ada peran serta pendidik yang memberikan penyuluhan tentang bahaya narkotika secara berkesinambungan.

Andres melihat tindak penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar merupakan fenomena berantai. Sehingga, jika seorang pelajar menjadi pencandu maka kemungkinan besar akan menyeret temannya. "Hal ini dimanfaatkan oleh sindikat pengedar, sebab meski daya belinya kurang baik. Tetapi dia tidak ingin terjerat sendiri, umumnya mengajak teman terdekatnya," tambah Andreas. (Deni M)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar