Banda Aceh, Metropol - Penasehat Ahli Kapolri, Prof. Dr. Bachtiar Aly, MA mengharapkan aparat kepolisian yang bertugas di lapangan menghindari sikap-sikap arogansi dalam menjalankan tugas yang sifatnya tidak berbahaya dan mengancam.
Aparat kepolisian bukan saja sebagai aparat penegak hukum, namun juga harus bisa memperlihatkan sikap humanis yang menarik simpati masyarakat sehingga citra polisi yang sudah baik tidak ternoda hanya karena sikap arogan di lapangan.
“Sikap simpati lebih mengangkat citra polisi di mata masyarakat,” tegasnya kepada wartawan terkait eksekusi Walikota Medan nonaktif, Rahudman Harahap, beberapa waktu lalu.
Menurut Bachtiar, eksekusi terhadap Rahudman oleh tim eksekutor Kejati Sumut di Jalan Sei Serayu Medan Baru seperti hendak menangkap teroris kelas kakap dengan mengerahkan personel polisi bersenjata lengkap dan kendaraan taktis Baracuda.
Dikatakan, secara etika, dalam proses eksekusi Rahudman sangat kooperatif. Dia dieksekusi di rumahnya, bukan di tempat persembunyian atau pelarian. Seharusnya, polisi tidak perlu memperlihatkan seakan proses eksekusi itu seperti menangkap teroris.
Menurutnya, selama ini citra kepolisian terus membaik. Ini tak lepas dari keberhasilan Polri dalam mengungkap dan menangkap para gembong teroris di Indonesia. Namun, semua itu tidak bisa disamakan.
Bila Polri berhadapan dengan masyarakat, lanjutnya, maka harus bersikap berbeda dan disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Sejauh tidak membahayakan, hendaknya bersikap sewajarnya dan bukan memperlihatkan sikap arogansi.
Razia kendaraan
Dalam kesempatan itu, Bachtiar Aly juga menyoroti aksi razia Polisi dari Poldasu terhadap kendaraan dari Aceh yang bernomor Polisi BL.
Dikatakannya, razia selayaknya tidak dilakukan secara berlebihan sehingga bisa menghambat transportasi dari Aceh ke Sumut. Sebab, bagaimanapun, kendaraan yang berasal dari Aceh juga berasal dari wilayah Indonesia.
Kondisi ini tentunya sangat mengganggu perekonomian masyarakat, terutama di Aceh. Sebab, jalur perbatasan Aceh-Sumut merupakan pintu gerbang perekonomian masyarakat di kedua daerah. Karenanya, razia yang berlebihan itu harus dihentikan.
“Polisi harus bisa memberikan rasa aman dan nyaman bagi pengguna jalan di kedua daerah. Bukan malah menyulitkan masyarakat yang menggunakan jalan tersebut,” tegasnya.
Dikatakan, Aceh dan Sumut saling membutuhkan satu sama yang lain. Karenanya, hal-hal yang bisa mengganggu hubungan antar kedua daerah ini jangan dilakukan. Bahkan, seharusnya Polri bisa memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan di dua daerah ini.
Sekadar mengingatkan. Beberapa tahun lalu razia oleh oknum-oknum polisi nakal di daerah perbatasan tersebut telah berhenti karena adanya koordinasi antara Kapolda Aceh saat itu Irjen Pol Iskandar Hasan dengan Kapolda Sumut, Irjen Pol Wisjnu Amat Sastro.
Namun, saat ini razia itu kembali meningkat. Oknum-oknum polisi di perbatasan kembali melakukan razia dengan mencari kesalahan-kesalahan para pengguna jalan. Terutama bagi kendaraan berplat BL. Alasan yang dikemukakan sering tidak masuk akal.
Sebelumnya, Gubernur Aceh, Zaini Abdullah, pernah meminta Gubsu, Gatot Pujo Nugroho, menyelesaikan masalah itu. Dia berharap masyarakat Aceh dapat melakukan kegiatan ekonomi di Sumut tanpa ada perbedaan baik di perbatasan maupun di dalam wilayah Sumut.
“Kita harapkan Gubsu lebih mengawasi aparaturnya di lapangan agar tidak menimbulkan persepsi yang buruk antara kedua pemprov. Jangan sampai hubungan antara Aceh dan Sumut terganggu karena selama ini saling tergantung,” ujarnya.
Zaini menambahkan, Aceh merupakan wilayah NKRI dan tidak ada yang membedakan pelayanan setiap warga negara. Saat ini, pemerintah dan masyarakat Aceh sangat terbuka terhadap masyarakat di luar Aceh untuk melakukan transaksi ekonomi maupun sebagai pekerja di Aceh. (Red/ANT)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar