Senin, 19 Mei 2014

Kapolri: Perbankan Jangan Sombong

Jakarta, Metropol - Kapolri Jenderal Sutarman mengakui, perkembangan Teknologi Infomasi (TI) sering dimanfaatkan orang yang tidak bertanggungjawab. Meski bank saling berlomba-lomba untuk meningkatkan layanannya, sudah sepantasnya berjaga-jaga atas cyber crime. Apalagi, satelit yang digunakan bisa disadap oleh seseorang.

"Kepolisian bisa merekam komunikasi. Contohnya saat menangkap Nazaruddin saat dia mengubungi Metro TV dan TV One lewat Skype. Koneksinya sudah pakai kabel, gelombang suara, dan satelit, setelah kita pasang alat akhirnya bapak itu ada di Dominika," tukasnya dalam Focus Group Discussion Kejahatan Perbankan Berbasis Teknologi Informasi (Cyber Crime) Strategi Pencegahan dan Penanganannya di Jakarta, (Selasa (13/5).

Sutarman mengimbau, agar perbankan maupun lembaga lain jangan sombong karena menganggap jaringannya telah dilapisi hingga beberapa kali. Pasalnya, website Polri yang sudah dilapisi beberapa pengaman bisa jebol.

"Makanya jangan sombong. Karakteristik hacker Indonesia banyak yang iseng, tapi ada juga yang memindahkan dana. KPU 2004 pernah sombong pengamanannya berlapis tapi buktinya nama partainya diubah untung hasilnya tidak," katanya.

Tambah Sutarman, dengan maraknya bisnis online, seperti cybermall, cyberstore, cyber ticket, dan transaksi online, maka nomor rekening makin mudah beredar di dunia maya. Apabila nomor rekening jatuh ke tangan yang tidak bertanggungjawab, rekening tersebut nantinya akan dialiri uang hasil jarahan dari suatu bank, lalu 85-90 persen hasil jarahan ditransfer ke rekening pembuat malware dengan menggunakan layanan transfer uang, seperti MoneyGram dan E-Gold.

Melalui money mule, pelaku cyber crime menjadi sulit terdeteksi. Andai money mule dan bank berada dalam negara yang sama, mungkin tidak terlalu sulit membongkar kejahatan ini. Tapi, apabila sudah melibatkan banyak rekening dengan bank dan negara berbeda, kejahatan ini sangat sulit dilacak.

Simak saja statistik kejahatan cyber di Ibukota Jakarta. Pada 2011, kerugian akibat cyber crime mencapai Rp 4 miliar dan US$ 178.876,50 dengan 520 kasus. Pada 2012, jumlah kasusnya meningkat menjadi 600 kejadian dengan kerugian Rp 5 miliar dan US$ 56.448. Pada 2013, sepanjang Januari-Maret, kerugian masyarakat sudah mencapai sekitar Rp 1 miliar. Tahun ini frekuensi laporan masyarakat atas kejahatan jenis tersebut sebanyak 3-4 laporan per hari-bandingkan dengan 2012, yang hanya 2-3 laporan per hari.

Para pembuat malware merombak program mereka untuk menghindar dari deteksi antivirus yang kian canggih di komputer nasabah dan pada server bank. Caranya, dengan melibatkan banyak strategi yang membuat modusnya lebih berliku. Salah satu cara yang digunakan adalah mengirim malware masuk lewat social engineering, phishing, dan trojan. (Red)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar