Senin, 19 Mei 2014

Kabupaten Barru Juara Dunia Udang Vannamei

Barru, Metropol - Bersama 13 Menteri, SBY menyaksikan usaha tambak udang Vannamei yang berhasil memecahkan rekor dunia, dengan produksi 180 ton per hektar per musim. Prestasi yang diraih Kabupaten Barru pada tahun 2012 itu berhasil mengungguli pemegang rekor sebelumnya, Meksiko yang mampu memproduksi udang vannamei 80 ton per hektar. Keberhasilan kabupaten di pesisir barat Sulawesi Selatan ini pantas dijadikan referensi bagi daerah lain di tanah air, khususnya dalam pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Dengan pengembangan usaha budidaya tambak udang, Kabupaten Baru berhasil menekan angka kemiskinan.

Saat ini jumlah penduduk miskin di Kabupaten Barru berjumlah 14 ribu KK atau 9,26 persen. “Kami berada di peringkat ketiga tersedikit jumlah penduduk miskinnya. Hal itu merupakan buah dari usaha tambak udang karena akan mempengaruhi pembangunan dan pengentasan kemiskinan,” ujar Bupati Barru Andi Idris Syukur dalam percakapan dengan tim Kementerian PANRB di kediamannya, awal Maret silam.

Bupati menyadari betul bahwa daerahnya dikaruniai kekayaan alam yang melimpah, yakni lahan pesisir yang potensial untuk tambak. Potensi itu harus dimanfaatkan secara optimal. “Indonesia tidak sulit untuk menjadi juara dunia udang, karena luas pesisirnya mencapai 1,22 juta hektare,” tambah Andi Idris Syukur.

Langkah-langkah Pemkab dalam pengembangan tambak udang itu juga mendapat dukungan dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Hal itu antara lain dilakukan dengan penyediaan sarana produksi, seperti benih, pakan, dan probiotik pestisida untuk pembersihan lahan dari bahan alami yang sudah disediakan. Petani tambak tinggal pakai dalam budidaya udangnya. Selain itu, penerapan biosekuriti secara maksimal sebagai upaya pencegahan terhadap penyebaran hama dan penyakit udang. “Ini bukti para petambak sudah memahami teknologi yang diberikan pemerintah. Keberhasilan ini juga dapat menjadi contoh bagi masyarakat sekitar,” ujar Kabid Perikanan Budidaya pada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Barru, Lasminati.

Lasminati menuturkan, pencapaian panen besar tersebut didukung pola budidaya para petambak yang disiplin dan menggunakan sentuhan teknologi. Pihaknya memberikan pendampingan, terkait cara menerapkan biosekuriti untuk mencegah penyakit, mulai dari pengolahan dasar tambak, alur keluar masuk air tambak, sampai sistem pengelolaan air tertutup. “Penggunaan probiotik harus hati-hati. Perlakuan probiotik di tambak yang tidak higienis berpeluang mengkontaminasi bakteri lain atau virus yang dapat bereaksi dan bisa mengeluarkan toksin,” ujarnya.

Semua itu dilakukan demi untuk mempertahankan kualitas dan meningkatkan produksi udang. Jika kualitas udang baik, maka daya saingnya juga tinggi. Pendekatan lebih pada ke sanitasi, nutrisi, dan cara budidaya yang baik. Artinya kualitas udang lebih terjamin kesehatan dan higienitasnya.

Dalam tambak udang dikenal dengan tiga cara, yakni tradisional, menengah atau middle, dan supra intensif. Ketiga sistem budidaya udang tersebut diterapkan dalam budidaya tambak udang vannamei, karena dalam dua bulan sudah bisa dipanen. Berbeda dengan jenis udang biasa, atau udang windu yang empat sampai lima bulan baru bisa dipanen.

Ketua Kelompok Tani Harapan Syamsuddin mengakui, pemerintah sangat membantu para petani tambak. Mulai dari menyiapkan bibit, pakan, sampai pestisida yang akan dipakai untuk membersihkan tambak. “Dulu petani beli sendiri, sekarang pemerintah yang menyediakan,” imbuhnya.

Syamsuddin mengungkapkan, untuk sistem budidaya secara menengah atau middle, memerlukan modal sekitar Rp. 100 juta sampai 150 juta rupiah per hektar. Tapi kalau modal untuk sistem budidaya secara supra intensif, dapat mencapai milyaran rupiah. Sistem menengah dan supra intensif sama-sama menggunakan teknologi dalam perkembangan budidaya udang.

Di samping itu, petambak juga harus menjaga ketersediaan oksigen melalui kincir, turbo jet, atau blower. “Ini berguna untuk menyemprot udang yang kepanasan dan untuk mengendalikan suhu air agar tidak terjadi perbedaan besar antara suhu siang dan malam hari.

Namun aplikasi budidaya ini diakui masih menjadi tantangan bagi para petambak untuk dapat dikembangkan secara lebih luas. Dengan teknologi dan modal yang cukup besar, masih banyak masalah yang harus dihadapi. Antara lain, infrastruktur di daerah seperti jalan, listrik, pelabuhan, serta irigasi. Belum lagi sistem logistik di daerah yang belum efisien, serta dukungan pembiayaan perbankan yang belum sepenuhnya mendukung usaha tambak.

Lasminati berharap, teknologi ini setidaknya bisa menjadi inspirasi bagi kalangan akademisi sehingga bisa ditindaklanjuti lebih jauh dan bisa didapatkan hasil yang lebih memuaskan. Sedangkan bagi kalangan pelaku usaha, hal ini dapat dipandang sebagai peluang usaha serta alternatif perluasan usaha. 

Meskipun budidaya udang merupakan salah satu andalan Kabupaten yang telah meraih tujuh piala adipura berturut-turut, namun Bupati Andi Idris Syukur tidak melupakan sektor lain. Kedepan, Pemkab berencana membangun terminal BBM, pabrik semen, pelabuhan yang besar, dan stasiun kereta api. “Saya tidak meninggalkan kontribusi dari pertanian dan perikanan, namun hal itu harus diimbangi dengan peningkatan sektor perindustrian dan jasa, mengikuti perkembangan jaman,” ungkapnya. (Mahmud Rahim/Ahkam)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar