Jakarta, Metropol.
Perburuan tersangka kasus korupsi wisma atlet SEA Games M Nazaruddin terus berlangsung. Sedikitnya tiga tim aparat penegak hukum terus bergerak memburu mantan bendahara umum Partai Demokrat itu.
“Tiga cukup. (Kalau) banyak-banyak tim habis-habisin duit kita,” ujar Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Sutarman di Jakarta,baru-baru ini.
Mantan Kapolda Metro Jaya itu menyakini Nazaruddin berpindah-pindah negara menggunakan paspor palsu. Sebab paspornya telah dicabut dan apabila memaksakan menggunakannya pasti akan ketahuan oleh otoritas negara setempat. “Kenapa tidak tertangkap, dia pakai identitas palsu di sana. Itu analisa kita,” tegasnya.
Sutarman menjelaskan, tim terus bekerja dan memang tidak mudah menangkap buronan di luar negeri. Dia mencontohkan, untuk memulangkan Umar Patek dari Pakistan saja hingga kini belum berhasil. Apalagi memulangkan Nazaruddin yang masih belum jelas rimbanya.
"Itulah hukum Internasional, kalau kita bisa menangkap di negara itu dari kemarin kita tangkap. Kita perlu diplomasi, kerjasama dengan interpol, polisinya," ujarnya.
Disinggung mengenai pilih kasih dalam penanganan Ketua Umum Partai Demokrat dalam pemeriksaan, Kabareskrim Polri Komjen Pol Sutarman, menyatakan ada pertimbangan sosial. Namun pertimbangan itu, perlu disadari input-input yang masuk dalam suasana seperti ini. “ Apalagi penyidik, tidak seharusnya melakukan. Tapi mungkin mau cepat, dia kesana, “kata Sutarman.
Menurutnya pemeriksaan di luar Bareskrim Polri, sebenarnya ada yuridis formal yang dibenarkan undang-undang. Tapi kondisi sosial politik seperti ini, pemilihan pola pemeriksaan itu dirasa kurang tepat. Terlebih lagi, pemeriksaan Anas di Blitar jadi sorotan tajam dari masyarakat.
"Tetapi itulah, saya kira perlu kearifan bagi penyidik. Itu adalah feedback bagi saya untuk terus, bahwa sekarang ini penegakan hukum tidak hanya lurus-lurus seperti yuridis formal saja. Kita juga harus memperhatikan aspek-aspek lain, termasuk aspek tuntutan masyarakat dan aspek keadilan masyarakat," tambahnya.
Sutarman bahkan mengaku tidak dilapori lebih dulu jika penyidik Bareskrim Polri hendak ke Blitar guna memeriksa Anas selaku pelapor. "Ya memang (tidak diberitahu), makanya kita tegur," tegasnya.
Dalam kasus ini, tambah Sutarman, semestinya para penyidik memperhatikan kondisi sosial masyarakat agar tidak menimbulkan pertanyaan publik. "Seperti kasus kakau, pisang setandan itu secara yuridis betul. Penyidik yang menangani benar, menahanannya benar, seluruhnya benar. Tindakan penyidik betul. Tapi itu tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat," kata Sutarman membandingkan pemeriksaan atas Anas dengan kasus pencurian kakau oleh Nenek Minah di Banyumas, Jawa Tengah yang akhirnya dihukum1,5 bulan percobaan.
Seperti diberitakan, sebelumnya penyidik Bareskrim Polri mendatangi Anas yang tengah berada di Blitar untuk menjalani pemeriksaan. Langkah polisi itu merupakan respon atas laporan Anas yang dalam kasus dugaan pencemaran nama baik. (Tim Metropol)
Perburuan tersangka kasus korupsi wisma atlet SEA Games M Nazaruddin terus berlangsung. Sedikitnya tiga tim aparat penegak hukum terus bergerak memburu mantan bendahara umum Partai Demokrat itu.
“Tiga cukup. (Kalau) banyak-banyak tim habis-habisin duit kita,” ujar Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Sutarman di Jakarta,baru-baru ini.
Mantan Kapolda Metro Jaya itu menyakini Nazaruddin berpindah-pindah negara menggunakan paspor palsu. Sebab paspornya telah dicabut dan apabila memaksakan menggunakannya pasti akan ketahuan oleh otoritas negara setempat. “Kenapa tidak tertangkap, dia pakai identitas palsu di sana. Itu analisa kita,” tegasnya.
Sutarman menjelaskan, tim terus bekerja dan memang tidak mudah menangkap buronan di luar negeri. Dia mencontohkan, untuk memulangkan Umar Patek dari Pakistan saja hingga kini belum berhasil. Apalagi memulangkan Nazaruddin yang masih belum jelas rimbanya.
"Itulah hukum Internasional, kalau kita bisa menangkap di negara itu dari kemarin kita tangkap. Kita perlu diplomasi, kerjasama dengan interpol, polisinya," ujarnya.
Disinggung mengenai pilih kasih dalam penanganan Ketua Umum Partai Demokrat dalam pemeriksaan, Kabareskrim Polri Komjen Pol Sutarman, menyatakan ada pertimbangan sosial. Namun pertimbangan itu, perlu disadari input-input yang masuk dalam suasana seperti ini. “ Apalagi penyidik, tidak seharusnya melakukan. Tapi mungkin mau cepat, dia kesana, “kata Sutarman.
Menurutnya pemeriksaan di luar Bareskrim Polri, sebenarnya ada yuridis formal yang dibenarkan undang-undang. Tapi kondisi sosial politik seperti ini, pemilihan pola pemeriksaan itu dirasa kurang tepat. Terlebih lagi, pemeriksaan Anas di Blitar jadi sorotan tajam dari masyarakat.
"Tetapi itulah, saya kira perlu kearifan bagi penyidik. Itu adalah feedback bagi saya untuk terus, bahwa sekarang ini penegakan hukum tidak hanya lurus-lurus seperti yuridis formal saja. Kita juga harus memperhatikan aspek-aspek lain, termasuk aspek tuntutan masyarakat dan aspek keadilan masyarakat," tambahnya.
Sutarman bahkan mengaku tidak dilapori lebih dulu jika penyidik Bareskrim Polri hendak ke Blitar guna memeriksa Anas selaku pelapor. "Ya memang (tidak diberitahu), makanya kita tegur," tegasnya.
Dalam kasus ini, tambah Sutarman, semestinya para penyidik memperhatikan kondisi sosial masyarakat agar tidak menimbulkan pertanyaan publik. "Seperti kasus kakau, pisang setandan itu secara yuridis betul. Penyidik yang menangani benar, menahanannya benar, seluruhnya benar. Tindakan penyidik betul. Tapi itu tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat," kata Sutarman membandingkan pemeriksaan atas Anas dengan kasus pencurian kakau oleh Nenek Minah di Banyumas, Jawa Tengah yang akhirnya dihukum1,5 bulan percobaan.
Seperti diberitakan, sebelumnya penyidik Bareskrim Polri mendatangi Anas yang tengah berada di Blitar untuk menjalani pemeriksaan. Langkah polisi itu merupakan respon atas laporan Anas yang dalam kasus dugaan pencemaran nama baik. (Tim Metropol)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar